Mantan Walikota Magelang, Fahriyanto Dituntut Dua Tahun

Mantan wali kota Magelang Fahriyanto dituntut dua tahun penjara dan membayar denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan serta mengembalikan uang negara Rp 123 juta subsider satu tahun kurungan.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang pada Rabu (22/2) kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) Heri Febriyanto menuntut Fahriyanto karena dianggap terlibat dugaan korupsi proyek pengadaan buku ajar tahun 2003.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan subsider menurut Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut jaksa, Fahriyanto menyetujui pelaksanaan proyek yang didanai APBD Kota Magelang Tahun 2003 sebesar Rp 11 miliar itu. Berdasarkan persetujuannya, Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang saat itu, Sri Yudoko membentuk panitia pengadaan dan panitia penerimaan.

Ternyata pelaksana proyek telah lebih dulu ditunjuk, yakni PT Balai Pustaka. Dokumen proyek pun sudah tersedia. Namun, hasil proyek tak sesuai rencana.

Semula PT Balai Pustaka harus menyediakan 370.022 eksemplar dalam 164 judul buku. Faktanya, buku yang terealisasi hanya 362.110 eksemplar.

Fahriyanto kemudian meminta Sri Yudoko mencairkan 100 persen anggaran proyek. Sri Yudoko diminta berkoordinasi dengan Kepala Bagian Keuangan Sureni Ady dan Kepala Seksi Keuangan Sularso Hadi agar dana pengadaan tidak hangus, seiring dengan berakhirnya tahun anggaran. Akibatnya, terjadi kemahalan harga sebesar Rp 5,9 miliar, yang tercatat sebagai kerugian negara.

Bupati Nonaktif Divonis Dua Tahun Penjara

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Bupati Seluma, Bengkulu nonaktif, Murman Effendi bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Murman yang juga mantan ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bengkulu Partai Demokrat itu divonis dua tahun hukuman penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim, Marsuddin Nainggolan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (21/2).

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa sebesar lima tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.

Hakim menilai, Murman melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sesuai dengan dakwaan primer.

Menurut majelis hakim, Murman terbukti memberikan uang dalam bentuk tunai maupun cek ke 27 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Seluma. Pemberian uang tersebut agar DPRD Seluma memenuhi permintaan Murman untuk mengubah Peraturan Daerah (Perda) Nomer 12 Tahun 2010 menjadi Perda Nomer 2 Tahun 2011 dalam waktu satu hari.

Perda tersebut, mengatur tentang peningkatan dana anggaran pembangunan infrastruktur peningkatan jalan dengan konstruksi hotmix dan jembatan melalui pelaksanaan pekerjaan tahun jamak, untuk lima tahun anggaran. Akibat pengubahan Perda ini, anggaran bertambah sekitar Rp 31,5 miliar sehingga total anggaran proyek pembangunan jalan tersebut menjadi Rp 381,5 miliar.

Selain itu, Murman juga menunjuk perusahaan milik keluarganya, PT Puguk Saksi Permai sebagai pelaksana proyek pembangunan jalan tersebut.

Menanggapi vonis ini, Murman masih pikir-pikir apakah akan banding atau tidak. Demikian juga dengan tim jaksa penuntut umum.

Kejagung Tahan Dua Tersangka Korupsi Kredit BRI

Kejaksaan Agung menahan dua tersangka korupsi dalam pemberian dan penggunaan kredit dari PT. BRI (Persero) Tbk Kantor Wilayah (Kanwil) Surabaya kepada PT. I one tahun 2007. Mereka adalah Mantan Account Officer PT. BRI Kanwil Surabaya, Hartono dan Direktur PT. I One, Setiawan Irwanto.

Keduanya ditahan di rumah tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari terhitung mulai 23 Februari hingga 13 Maret 2012. Sebelum dibawa ke Rutan, keduanya sempat diperiksa oleh tim penyidik Kejagung.

Kasus ini berawal pada tahun 2007, ketika Setiawan Irwanto selaku Direktur Utama PT. I One mengajukan fasilitas kredit kepada PT. BRI Kanwil Surabaya. Setiawan memohon kredit investasi untuk pembelian mesin Filter, maker ciggarette dan primary tobacco system yang baru serta modal untuk kerja.

Setelah fasilitas kredit disetujui dan dicairkan, ternyata Setiawan hanya membeli mesin filter road bekas. Guna mendukung perbuatannya, Setiawan juga membuat faktur pembelian palsu, seolah-olah mesin tersebut adalah baru dan produk impor. Sementara kredit modal kerja ia gunakan untuk kepentingan pribadi.

Hartono sebagai account officer PT. BRI Kanwil Surabaya saat itu, didakwa lalai karena tidak melakukan pengecekan, konfirmasi atas data/dokumen yang dilampirkan. Selain itu ia juga tidak memastikan kebenaran mesin-mesin yang telah dibeli oleh tersangka Setiawan.

Hingga saat ini PT I One tidak mampu mengembalikan fasilitas kredit yang telah diterima, baik pokok maupun bunganya. Kerugian yang dialami oleh negara akibat kasus ini sekitar Rp. 33, 55 miliar.

Atas perbuatannya, Setiawan dan Hartono didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1, pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kejari Purwodadi Tahan Ketua DPRD Grobogan

Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwodadi menahan Ketua DPRD Grobogan M Yaeni SH (46) Kamis (23/2) siang. Penahanan tersebut terkait kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran pemeliharaan kendaraan dinas di Sekretariat DPRD setempat, tahun 2006, 2007 dan 2008, yang merugikan uang negara sekitar Rp 1,9 miliar.

”Tersangka kami titipkan di lapas Kedungpane Semarang untuk memudahkan mengikuti proses persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Purwodadi Lydia Dewi.

Tersangka dibawa ke Lapas dengan mobil dinas kejaksaan yang dikawal ketat petugas kejaksaan dan Polres Grobogan.

Sebelum ditahan, menurut Kajari, dilakukan serah terima tersangka bersama barang bukti dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Selain M Yaeni, kasus dugaan korupsi ini juga melibatkan Sutanto (58) dan Sunarto (58), keduanya mantan Sekwan, serta Agus Supriyanto (56), Kabag Umum Setwan yang kini menjabat Sekwan.

Sutanto dan Sunarto kini sudah menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor Semarang. Adapun Agus Supriyanto belum diproses ke persidangan karena yang bersangkutan sakit.

Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng, selama tiga tahun anggaran itu ditemukan kerugian negara sebesar Rp 1,9 miliar, dengan rincian kerugian tahun 2006 sekitar Rp 664,8 juta dari anggaran Rp 1,6 miliar, tahun 2007 sekitar Rp 747,1 juta dari anggaran Rp 1,6 miliar, dan tahun 2008 sekitar Rp 547,4 juta dari anggaran Rp 1,8 miliar.

Modus yang dilakukan para tersangka antara lain dengan membuat pertanggungjawaban biaya pemeliharaan kendaraan dinas yang tidak benar atau direkayasa, yaitu tagihan dari bengkel dan SPBU Pertamina yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI/ Kejari Purwodadi)

Mantan Kapolsek Cicendo Divonis 4,5 Tahun

Mantan Kapolsek Cicendo, Brussel divonis empat tahun enam bulan hukuman penjara. Ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan mantan Kanit Reskrimnya, AKP Suherman karena melepaskan tersangka jaringan narkotika asal Malaysia, Azri Bin Abdullah dengan uang suap Rp1 miliar.

“Mengadili Brussel Duta Samodra terbukti secara sah dan meyakinkan korupsi bersama-sama. Menjatuhkan pidana 4 tahun enam bulan denda Rp200 juta subsider 3 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim GN Arthanaya saat membacakan berkas putusan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata Kota Bandung, Selasa (28/2).

Vonis tersebut jauh lebih lama dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama satu tahun enam bulan. Dalam berkas putusannya, majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum.

“Hal yang memberatkan bagi terdakwa, tidak memberikan contoh yang baik sebagai anggota polri. Dalam pendapat majelis hakim ini harus proposional dan profesional,” jelasnya.[sm]

Sekda Bombana Divonis 1 Tahun Penjara

Pengadilan Tipikor Kendari, jum’at (24/2) sekitar pukul 10.30 Wita, telah berlangsung sidang kasus korupsi yang melibatkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kab. Bombana Ir. H. RUSTAM SUPENDY, sebagai terdakwa dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim, demikian dikatakan Asisten Intelijen Kejati Sultra, Suleman Hadjarati, SH kepada tim redaksi website Kejaksan R.I., Kamis (1/3).

”sidang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri Kendari NELSON SAMOSIR, SH.MH. Selaku Ketua Majelis Hakim, AMINUDDIN, SH. dan YON EFRI, SH.MH. Selaku Hakim anggota. Jaksa Penuntut Umum LA ODE AMILI, SH.MH. Sedangkan terdakwa RUSTAM SUPENDY didampingi oleh RAHMAN, SH. selaku kuasa hukumnya,” tuturnya.

Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) subsaider 2 (dua) bulan kurungan.

“Sidang berjalan aman, tertib dan lancar, berakhir sekitar pukul 11.00 Wita,” tandasnya.(@rd)

Proyek Fiktif Pemancar RRI Purwokerto Rp4,8 Miliar Dibongkar

PURWOKERTO–MICOM: Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto, Jawa Tengah, membongkar kasus korupsi Rp4,85 miliar dalam proyek pembangunan pemancar RRI Purwokerto fiktif.

Dalam kasus tersebut kejaksaan telah menahan tiga orang tersangka. Mereka adalah mantan Kepala RRI Purwokerto Sigit Kamseno, 58. Sigit mulai ditahan oleh Kejari Purwokerto pada Selasa (20/12). Sebelumnya, kejaksaan juga telah menahan dua tersangka lainnya yakni
mantan Pimpinan Sentra Kredit Kecil BNI 1946 Agus Sudrajat, 58, dan mantan Direktur Tiga Lima Empat Purwokerto Teguh Tri Murdiono, 58.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Purwokerto Haryono, mengatakan berkas korupsi ketiganya telah selesai dan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Jumat (23/12) mendatang. “Kasus tersebut telah selesai disidik dan siap dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Semarang pada Jumat mendatang. Kasus ini cukup besar, karena nilai
proyeknya mencapai Rp4,85 miliar,” jelasnya.

Menurut Haryono, ketiganya tersangkut dalam kasus pengadaan pemancar fiktif untuk RRI Purwokerto tahun anggaran 2008. Dalam kesepakatan ketiganya, Teguh bertindak sebagai pimpinan perusahaan penggarap pemancar mengajukan kredit senilai Rp5 miliar atas proyek fiktif yang disetujui oleh Sigit sebagai Kepala RRI Purwokerto. Kemudian, pimpinan BNI Sentra Kredit Kecil yang waktu itu dijabat Agus mencairkan dana Rp4,85 miliar.

Dana tersebut, kata Haryono, merupakan pinjaman dalam bentuk kredit modal kerja dengan peruntukan usaha jasa dan perdagangan barang-barang elektronik. “Ternyata pembangunan proyek pemancar tersebut fiktif dan terbongkar pada April 2011. Meski dananya telah cair, ternyata proyek tersebut tidak ada. Atas laporan masyarakat, Kejari Purwokerto menindaklanjuti
kasus tersebut dan sekarang telah selesai penyidikan,” ujar Haryono. (LD/OL-01)

Kejari Karanganyar Jemput Paksa Dirut Duniatex dari RS

Solo – Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar melakukan penjemputan paksa terhadap Dirut PT Delta Merlin Dunia Textil (Duniatex), Jau Tau Kwan, yang sedang dirawat di rumah sakit. Pihak kejaksaan bersikukuh Jau harus mengikuti persidangan yang akan digelar besok.

Jau Tau Kwan dijemput paksa dari Paviliun Cendana RSUP Dr Moewardi, Solo, Rab (21/12/2011) malam. Jau berada dirawat di RS tersebut dalam status pembantaran karena jatuh pingsan saat mengikuti sidang di PN Karanganyar sebagai terdakwa kasus pelanggaran hak cipta yang dilaporkan oleh PT Sritex Sukoharjo.

Penjemputan paksa dipimpin oleh Jaksa dari Kejari Karanganyar, Yuda Tangguh Alasta, dengan disertai aparat kepolisian bersenjata lengkap. Yuda menegaskan telah membawa Surat Perintah dari PN Karanganyar untuk melakukan penjemputan tersebut.

Pihak jaksa telah menyediakan kursi roda untuk membawa pasien dari ruang rawat inap. Namun Jau tetap tak menghiraukan ajakan jaksa untuk segera meninggalkan rumah sakit. Jau tetap diam dan memejamkan mata. Akhirnya Yuda memutuskan membawa paksa Jau beserta ranjang yang ditempatinya. Selanjutnya Jau diangkut dari rumah sakit menggunakan ambulans.

Karuan saja kejadian itu menjadi perhatian pasien dan para pengunjung rumah sakit. Apalagi keluarga Jau juga menjerit-jerit histeris saat Jau diangkut paksa oleh petugas. Bahkan beberapa diantaranya sempat membentak-bentak petugas, namun aksi itu tidak dihiraukan.

Perwakilan keluarga, Prasetyo menyebut jika penjemputan paksa itu merupakan tindakan yang arogan. Dia mengatakan kondisi Jau sedang sakit parat karena kadar gula darahnya yang sangat tinggi sehingga memerlukan perawatan intensif. Menurutnya, kondisi Jau bisa kembali memburuk jika berada di tahanan dan tanpa pengawasan ketat oleh dokter setiap saat.

“Petugas tidak punya perikemanusiaan terhadap orang sakit. Lagipula penjemputan paksa bersenjata lengkap seperti itu tadi apa pentingnya. Jau Tau Kwan bukan teroris yang harus diperlakukan seperti itu. Pengacara Jau (OC Kaligis -red) sedang di Jakarta sehingga tidak bisa mendampingi Jau saat diperlakukan seperti ini. Mengapa tidak menunggu pengacara dulu,” sergahnya.

Saat dimintai tanggapan, Yuda Alasta tetap bersikukuh tindakannya dapat dipertanggungjawabkan. Dia mengaku telah mendapatkan keterangan dari dokter yang merawat bahwa Jau telah sembuh. Karena itulah pihak PN Karanganyar memerintahkan untuk menjemput Jau untuk selanjutnya dihadirkan dalam persidangan Kamis (22/11/2011).

Kejagung Tahan 2 Pegawai Pajak

Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan 2 pegawai Ditjen Pajak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan sistem informasi manajemen pada tahun 2006.

“Kejagung menahan 2 pegawai Ditjen pajak siang tadi pada pukul 11.00 WIB,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Noor Rachmad, di Kejagung, Jumat (9/12).

Kedua tersangka itu adalah Bahar sebagai Ketua Panitia Proses Pengadaan Sistem Informasi Manajamen dan tersangka kedua bernama Pulung Sukarno yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.

“Tersangka Bahar ditahan di Kejagung dan Pulung ditahan di Kejari Jakarta Selatan, selama 20 hari kedepan untuk kepentingan peyidikan,” imbuhnya.

Keduanya dijerat pidana pasal 2 atau 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena dinilai melanggar Kepres No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Atas perbuatan tersebut, diduga negara dirugikan sebesar Rp 12 miliar,” pungkas Noor.

Penanganan kasus ini bermula dari hasil audit BPK yang menemukan dugaan korupsi Rp 12 miliar dalam proyek senilai proyek Rp 43 miliar.

(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI)

Kejari Boyolali Tahan Tersangka Korupsi Dana PNPM

Chorona Sumarsih secara resmi ditahan Kejaksaan Negeri Boyolali, Rabu (7/12). Penahanan tersangka dilakukan setelah dirinya menjalani pemeriksaan selama 2 jam.

“Tersangka terlibat kasus korupsi dana PNPM Desa Pelem, Kecamatan Simo, senilai Rp 806 juta,” ujar Kajari Boyolali Enen Saribanon melalui Kasi Pidsus, Prihatin, Senin (12/12).

Dijelaskan, penahanan dilakukan berdasarkan sejumlah pertimbangan. Antara lain, kekhawatiran tersangka akan melarikan dan menghilangkan barang bukti. Pertimbangan lain, karena ancaman hukumannya sesuai pasal 2 ayat 2 kedua UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penahanan, lanjut dia, dilakukan karena sudah cukup bukti. Namun demikian, pihaknya akan terus melakukan penyidikan lebih lanjut guna mengetahui apakah ada tersangka lain atau tidak.

Pihaknya juga sudah memeriksa puluhan saksi, termasuk saksi dari pihak Badan Pemberdayaan Masyarakat Miskin (Bapermaskin) Boyolali serta fasilitator PNPM tingkat kabupaten. “Kesaksian tersebut guna mengetahui asal proyek kegiatan serta asal dananya,” ujarnya.

Disinggung tentang modus yang digunakan tersangka, Chorona yang menjabat sebagai Tim Pelaksana Kegiatan Ekonomi Desa (TPKED) Pelem, memanipulasi proposal bantuan. Dia mengajukan dana tanpa sepengetahuan kelompok penerima.

Setelah dana PNPM cair, dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak disalurkan ke kelompok penerima. Kasus ini terungkap setelah angsuran dana macet, dan akhirnya membuat warga lainnya resah.

Meski demikian, menurut Prihatin, sesuai dengan Pasal 4 UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengembalian uang kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidananya. “Sehingga kami tetap melanjutkan proses hukum terhadap tersangka,” tutupnya.

(Sumber: Tim Redaksi Website Kejaksaan RI/Kejari Boyolali)